Rabu, 17 Desember 2014


10.Tari Remo (JAWA TIMUR)


Tari Remo merupakan tari selamat datang khas Jawa Timur yang menggambarkan karakter dinamis Jawa Timur. Daerah-daerah yang menggunakan tarian ini diantaranya Surabaya, Jombang, Malang, dan Situbondo. Tarian ini dikemas sebagai gambaran keberanian seorang pangeran yang berjuang dalam sebuah medan pertempuran. Makanya sisi kemaskulinan penari sangat dibutuhkan dalam menampilkan tarian ini. Tarian yang dipromosikan sekitar tahun1900 ini, pernah dimanfaatkan oleh nasionalis Indonesia untuk berkomunikasi kepada masyarakat.
Saat remo ditarikan selalu diiringi dengan musik gamelan dalam suatu gending yang terdiri dari bonang, saron, gambang, gender, slentem, siter, seruling, ketuk, kenong, kempul dan gong dan irama slendro. Biasanya menggunakan irama gending jula-juli Suroboyo tropongan. Tari remo dapat ditarikan dengan gaya wanita atau gaya pria, baik ditampilkan secara bersama-sama atau bergantian. Biasanya tari ini di tampilkan sebagai tari pembukaan dari seni ludruk atau wayang kulit.
Busana yang dikenakan masing-masing daerah di Jawa Timur untu menari remo memiliki khas tersendiri. Gaya Surabayaan atau juga Sawunggaling, penarinya mengenakan kostum yang terdiri dari bagian atas hitam yang menghadirkan pakaian abad 18, celana bludru hitam dengan hiasan emas dan batik. Di pinggang ada sebuah sabuk dan keris. Di paha kanan ada selendang menggantung sampai ke mata kaki. Sementara penari perempuan memakai sanggul di rambutnya.
Sementara busana gaya Malangan pada dasarnya juga sama dengan busana gaya Surabayan, namun yang membedakan yakni pada celananya yang panjang hingga menyentuh mata kaki serta tidak disemat dengan jarum. Busana gaya Jombangan pada dasarnya sama dengan gaya Sawunggaling, namun perbedaannya adalah penari tidak menggunakan kaus tetapi menggunakan rompi. Satu lagi adalah busana remong putri. Busana ini berbeda dengan gaya remong yang asli. Penari memakai sanggul, memakai mekak hitam untuk menutup bagian dada, memakai rapak untuk menutup bagian pinggang sampai ke lutut, serta hanya menggunakan satu selendang saja yang disemat di bahu bahu.
Gerakan kaki yang rancak dan dinamis menjadi karakteristik yang paling utama. Gerakan ini didukung dengan adanya lonceng-lonceng yang dipasang di pergelangan kaki. Lonceng ini berbunyi saat penari melangkah atau menghentak di panggung. Selain itu, karakteristik yang lain yakni gerakan selendang atau sampur, gerakan anggukan dan gelengan kepala, ekspresi wajah, dan kuda-kuda penari membuat tarian ini semakin atraktif. Meskipun tari remong dulunya seni tari yang digunakan sebagai pembuka dalam pertunjukan ludruk. Namun seiring berjalannya waktu, fungsi dari tari remong pun mulai beralih dari pembuka pertunjukan ludruk, menjadi tarian penyambutan tamu, khususnya tamu–tamu kenegaraan.

Selain itu, tari remong juga sering ditampilkan dalam festival kesenian daerah sebagai upaya untuk melestarikan budaya Jawa Timur. Oleh karena itulah kini tari remo tidak hanya dibawakan oleh penari pria, namun juga oleh penari wanita. Sehingga kini muncul jenis tari remong putri. Dalam pertunjukan tari remong putri, umumnya para penari akan memakai kostum tari yang berbeda dengan kostum tari remo asli yang dibawakan oleh penari pria.

9.Tari Payung (sumut)



Tari Kipas Pakarena merupakan tarian yang berasal dari Gowa, Sulawesi Selatan. Kata pakarena sendiri berasal dari bahasa setempat yakni karena yang berarti main. Tarian ini merupakan salah satu tradisi di kalangan masayarakat Gowa yang masih dipertahankan sampai saat ini. Masyarakat Gowa sendiri adalah masyarakat yang tinggal di daerah bekas kekuasaan kerajaan Gowa. Kerajaan gowa berdiri sekitar abad ke 16 dan mencapai masa kejayaan di abad ke-18 kemudian mengalami keruntuhan di abad itu juga. Seluruh bagian Sulawesi Selatan merupakan wilayah kekuasaan kerajaan gowa sehingga masyarakat asli yang tinggal di daerah tersebut dikenal dengan masyarakat Gowa. Hegemoni kerajaan Gowa yang berlangsung berabad-abad turut  mempengaruhi corak kebudayaan masyarakat Gowa. Tari Kipas Pakarena merupakan salah satu bukti kekuatan tradisi masyarakat Gowa yang masih dipercaya dan dipertahankan sebagai warisan budaya yang tak ternilai harganya.

Tari kipas pakarena mencerminkan ekspresi kelembutan,kesantunan, kesetiaan, kepatuhan dan sikap hormat perempuan Gowa terhadap laki-laki. Setiap pola gerakan dalam tarian pakarena memiliki makna tersendiri. Tarian ini diawali dan diakhiri dengan posisi duduk sebagai tanda hormat dan santun para penari.  Pola gerakan memutar bermakna siklus hidup manusia yang selalu berputar. Pola gerakan memutar yang dimainkan adalah gerakan memutar searah jarum jam. Kemudian pola gerakan naik turun melambangkan kehidupan manusia yang kadang berada di bawah dan kadang di atas,pola gerakan ini mengingatkan akan pentingnya kesabaran dan keasadaran manusia dalam mengahadapi kehidupan.

Tarian ini juga diiringi oleh kelompok musik yang dikenal dengan nama gondrong rinci. Kelompok ini beranggotakan 7 orang pemain musik yang semuanya adalah kaum pria. Tugas dari kelompok musik ini adalah mengiringi para penari dengan tabuhan gandrang sebagai pengatur irama musik dan juga memainkan alat musik tiup berupa seruling.  Selain itu kelompok pengiring ini juga harus memainkan alat musik sambil melakukan gerakan, terutama gerakan kepala. Setiap hentakan dari tabuhan gandrang dari pengiring musik melambangkan watak lelaki Gowa yang keras. Keunikan lain yang diliki tarian ini adalah aturan bagi para penari dalam memainkan tarian ini. para penari tidak diperkenankan membuka mata terlalulebar dan mengankat kai terlalu tinggi, hal ini dikarenakan aspek kesopanan dan kesantunan sangat diutamakan dalam tarian ini. Dalam memainkan tarian ini,parapenari dituntut memiliki kondisi fisik yang prima karena durasi tarian bisa mencapai dua jam dengan gerakan-gerakan yang dinamis.
Masyarakat Gowa percaya bahwa Tarian Kipas Pakarena berasal dari kisah perpisahan antara penghuni negeri kahyangan (boting langi) dengan penghuni bumi (lino) di zaman dahulu. Sebelum perpisahan, penghuni boting langi  mengajarkan penghuni bumi cara menjalani hidup dengan bercocok tanam,berburu dan beternak melalui gerakan-gerakan badan dan kaki. Gerakan-gerakan ini kemudian digunakanoleh penghuni lino untuk mengungkapkan rasa syukur kepada penghuni boting langi.
Masyarakat Gowa biasanya mementaskan Tari Kipas Pakarena di acara- acara adat atau acara-acara hiburan. Akan tetapi, masyarakat Gowa tidak menganggap tarian ini hanya sebagai hiburan saja tapi juga sebagai wujud rasa syukur yang dilambangkan dengan setiap gerakan yang estetik dari tarian ini. Selain memiliki nilai hiburan dan nilai filosofi bagi masyarkat Gowa, tarian ini juga menjadi salah satu daya tarik pariwisata bagi provinsi Sulawesi Selatan sehingga tarian ini seringkali dipentaskan dalam rangkaian acara promosi pariwisata provinsi  Sulawesi Selatan.

Tari Payung adalah tari tradisional dari Sumatra Barat. Tarian ini membawakan cerita tentang hubungan asmara di antara muda-mudi. Payung menjadi atribut penting dalam tarian ini, sebagai perlambang penyatuan tujuan dua insan menuju kebahagiaan cinta. Hingga hari ini, Tari Payung masih lestari di tengah masyarakat Minangkabau, bahkan berkembang dengan variasi-variasi baru.                   
Tari payung dibawakan oleh para penari yang jumlahnya genap, di mana mereka berpasang-pasangan antara laki-laki dan perempuan. Para penari laki-laki datang menghampiri pasangan mereka masing-masing dengan payung terkembang, yang bermakna bahwa dia siap untuk membawa dan melindungi Sang Perempuan menuju kebahagiaan mahligai rumah tangga. Sementara Sang Perempuan dengan selendangnya menyambut Sang Lelaki sebagai jawaban, bahwa bersama Sang Lelaki, dia siap mengarungi jalan jalan cinta mereka.
Selaras dengan tema cerita yang dibawakan, koreografi Tari Payung mengeksplorasi interaksi antara penari laki-laki dan perempuan. Lagu yang menjadi pakem dalam tarian ini berjudul Berbendi-bendi ke Sungai Tanang, yang bercerita tentang suasana bulan madu sepasang suami-istri di Sungai Tanang. Lagu tersebut dibawakan dengan hantaran musik yang dimulai dengan tempo lambat, lebih cepat, hingga sangat cepat.
Berikut adalah petikan dari lagu tersebut:
Berbendi-bendi ke Sungai Tanang
Babendi-bendi
Babendi..bendi
Ka sungai tanang
Aduhai sayang (2x)
Singgahlah mamatiak..singgahlah mamatiak
Bunga lembayung (2x)
Hati siapo..indak ka sanang aduhai sayang..(2x)
Mailek rang mudo..mailek rang mudo manari payung..(2x)
Hati siapo..hati siapo..indak ka sanang aduhai sayang..(2x)
Mailek si nona..mailek si nona manari payung..(2x)

Berbendi-bendi
Berbendi-bendi
Ke sungai tenang..aduhai sayang (2x)
Singgahlah memetik..singgahlah memetik bunga lembayung
Hati siapa..hati siapa tidaklah senang aduhai sayang (2x)
Melihat orang muda..melihat orang muda menari payung..
Hati siapa tidaklah senang aduhai sayang (2x)
Melihat si nona..melihat si nona..menari payung(2x)

Dewasa ini, bermunculan berbagai kreasi baru atas Tari Payung. Kehadiran sentuhan-sentuhan baru tersebut tentu saja membuat Tari Payung semakin segar untuk diapresiasi. Namun demikian, hal tersebut bukannya tanpa persoalan. Ada saja sejumlah praktisi Tari Payung yang tidak sepakat dengan ide-ide untuk membarukan tarian yang dianggap sarat dengan nilai-nilai tradisi tersebut. 

8.Tari Kipas (SULAWESI)


     Tari Kipas Pakarena
 merupakan tarian yang berasal dari Gowa, Sulawesi Selatan. Kata pakarena sendiri berasal dari bahasa setempat yakni karena yang berarti main. Tarian ini merupakan salah satu tradisi di kalangan masayarakat Gowa yang masih dipertahankan sampai saat ini. Masyarakat Gowa sendiri adalah masyarakat yang tinggal di daerah bekas kekuasaan kerajaan Gowa. Kerajaan gowa berdiri sekitar abad ke 16 dan mencapai masa kejayaan di abad ke-18 kemudian mengalami keruntuhan di abad itu juga. Seluruh bagian Sulawesi Selatan merupakan wilayah kekuasaan kerajaan gowa sehingga masyarakat asli yang tinggal di daerah tersebut dikenal dengan masyarakat Gowa. Hegemoni kerajaan Gowa yang berlangsung berabad-abad turut  mempengaruhi corak kebudayaan masyarakat Gowa. Tari Kipas Pakarena merupakan salah satu bukti kekuatan tradisi masyarakat Gowa yang masih dipercaya dan dipertahankan sebagai warisan budaya yang tak ternilai harganya.

Tari kipas pakarena mencerminkan ekspresi kelembutan,kesantunan, kesetiaan, kepatuhan dan sikap hormat perempuan Gowa terhadap laki-laki. Setiap pola gerakan dalam tarian pakarena memiliki makna tersendiri. Tarian ini diawali dan diakhiri dengan posisi duduk sebagai tanda hormat dan santun para penari.  Pola gerakan memutar bermakna siklus hidup manusia yang selalu berputar. Pola gerakan memutar yang dimainkan adalah gerakan memutar searah jarum jam. Kemudian pola gerakan naik turun melambangkan kehidupan manusia yang kadang berada di bawah dan kadang di atas,pola gerakan ini mengingatkan akan pentingnya kesabaran dan keasadaran manusia dalam mengahadapi kehidupan.
Tarian ini juga diiringi oleh kelompok musik yang dikenal dengan nama gondrong rinci. Kelompok ini beranggotakan 7 orang pemain musik yang semuanya adalah kaum pria. Tugas dari kelompok musik ini adalah mengiringi para penari dengan tabuhan gandrang sebagai pengatur irama musik dan juga memainkan alat musik tiup berupa seruling.  Selain itu kelompok pengiring ini juga harus memainkan alat musik sambil melakukan gerakan, terutama gerakan kepala. Setiap hentakan dari tabuhan gandrang dari pengiring musik melambangkan watak lelaki Gowa yang keras. Keunikan lain yang diliki tarian ini adalah aturan bagi para penari dalam memainkan tarian ini. para penari tidak diperkenankan membuka mata terlalulebar dan mengankat kai terlalu tinggi, hal ini dikarenakan aspek kesopanan dan kesantunan sangat diutamakan dalam tarian ini. Dalam memainkan tarian ini,parapenari dituntut memiliki kondisi fisik yang prima karena durasi tarian bisa mencapai dua jam dengan gerakan-gerakan yang dinamis.
Masyarakat Gowa percaya bahwa Tarian Kipas Pakarena berasal dari kisah perpisahan antara penghuni negeri kahyangan (boting langi) dengan penghuni bumi (lino) di zaman dahulu. Sebelum perpisahan, penghuni boting langi  mengajarkan penghuni bumi cara menjalani hidup dengan bercocok tanam,berburu dan beternak melalui gerakan-gerakan badan dan kaki. Gerakan-gerakan ini kemudian digunakanoleh penghuni lino untuk mengungkapkan rasa syukur kepada penghuni boting langi.

Masyarakat Gowa biasanya mementaskan Tari Kipas Pakarena di acara- acara adat atau acara-acara hiburan. Akan tetapi, masyarakat Gowa tidak menganggap tarian ini hanya sebagai hiburan saja tapi juga sebagai wujud rasa syukur yang dilambangkan dengan setiap gerakan yang estetik dari tarian ini. Selain memiliki nilai hiburan dan nilai filosofi bagi masyarkat Gowa, tarian ini juga menjadi salah satu daya tarik pariwisata bagi provinsi Sulawesi Selatan sehingga tarian ini seringkali dipentaskan dalam rangkaian acara promosi pariwisata provinsi  Sulawesi Selatan.

7.Tari Serimpi (JAWA TENGAH)


     Tari serimpi merupakan tari klasik yang berasal dari Jawa Tengah.Tari klasik sendiri mempunyai arti sebuah tarian yang telah mencapai kristalisasi keindahan yang tinggi dan sudah ada sejak zaman masyarakat feodal serta lahir dan tumbuh di kalanganistana.
Kebudayaan tari yang sudah banyak dipentaskan ini memiliki gerak gemulai yang menggambarkan kesopanan, kehalusan budi, serta kelemah lembutan yang ditunjukkan dari gerakan yang pelan serta anggun dengan diiringi suara musik gamelan.Tari serimpi Jawa ini dinilai mempunyai kemiripan dengan tari Pakarena dari Makasar, yakni dilihat dari segi kelembutan gerak parapenari.
Sejak dari zaman kuno, tari Serimpi sudah memiliki kedudukan yang istimewa di keraton-keraton Jawa dan tidak dapat disamakan dengan tari pentas yang lain karena sifatnya yang sakral. Dulu tari ini hanya boleh dipentaskan oleh orang-orang yang dipilih keraton. Serimpi memiliki tingkat kesakralan yang sama dengan pusaka atau benda-benda yang melambang kekuasaan raja yang berasal dari zaman Jawa Hindu, meskipun sifatnya tidak sesakral tari Bedhaya.
Dalam pagelaran, tari serimpi tidak selalu memerlukan sesajen seperti pada tari Bedhaya, melainkan hanya di waktu-waktu tertentu saja.Adapun iringan musik untuk tari Serimpi adalah mengutamakan paduan suara gabungan, yakni saat menyanyikan lagu tembang-tembang Jawa.
Serimpi sendiri telah banyak mengalami perkembangan dari masa ke masa, di antaranya durasi waktu pementasan.Kini salah satu kebudayaan yang berasal dari Jawa Tengah ini dikembangkan menjadi beberapa varian baru dengan durasi pertunjukan yang semakin singkat.Sebagai contoh Srimpi Anglirmendhung menjadi 11 menit dan juga Srimpi Gondokusumo menjadi 15 menit yang awal penyajiannya berdurasi kurang lebih 60 menit.
Selain waktu pagelaran, tari ini juga mengalami perkembangan dari segi pakaian.Pakaian penari yang awalnya adalah seperti pakaian yang dikenakan oleh pengantin putri keraton dengan dodotan dan gelung bokor sebagai hiasan kepala, saat ini kostum penari beralih menjadi pakaian tanpa lengan, serta gelung rambut yang berhiaskan bunga ceplok, dan hiasan kepala berupa bulu burung kasuari.

Jenis-Jenis

Tarian Serimpi di Kesultanan Yogyakarta digolongkan menjadi Serimpi Babul Layar, Serimpi Dhempel, dan Serimpi Genjung. Untuk Kesultanan Surakarta, Serimpi digolongkan menjadi Serimpi Anglir Mendung dan Serimpi Bondan. Salah satu jenis tari Serimpi yang lain adalah Serimpi Renggawati yang dipentaskann oleh lima orang, yakni empat penari ditambah dengan satu penari sebagai putri Renggawati. Adapun kisah yang diceritakan adalah kisah Angling Dharma, seorang putra mahkota yang masih muda dan terkenakutukan menjadi burung Mliwis.[18] Dia akan dapat kembali ke wujud semula jika badannya tersentuh oleh tangan seorang putri cantik jelita (putri Renggawati). Semua peristiwa ini dicerminkan dalam tari-tarian yang digelar oleh para penari serimpi Renggawati yang diakhiri dengan sebuah kebahagiaan.
Di luar tembok keraton, ada tari Serimpi yang juga ditarikan oleh lima penari, yakni Serimpi Lima.Tari ini berkembang di wilayah pedesaan, yakni di tengah-tengah masyarakat desa Ngadireso, kecamatan Poncokusumo, kabupaten Malang, Jawa Timur.Di desa Ngadireso, Serimpi akan digelar saat ada upacara ruwatan, yakni suatu proses pembersihan diri yang bertujuan untuk menghilangkan nasib buruk serta aura negatif dalam diri seseorang yang dilakukan dengancara tertentu. Adapun ruwatan yang dilakukan adalah ruwatan murwakala, yakni ruwatan yang dilakukan untuk menyelamatkan atau melindungi seseorang yang diyakini akan menjadi mangsa atau makananan Bethara Kala.Meskipun begitu, Serimpi ini bertemakan kegembiraan, erotik, dan sakral. Serimpi Lima merupakan wujud darigagasan dan aktivitas masyarakat pemiliknya. Keberadaannya sangat dipengaruhi oleh lingkungan sosio-kulturalkarena dalam lingkungan etnik, perilaku mempunyai wewenang yang amat besar dalam menentukan keberadaan kesenian termasuk tari tradisional.
Bentuk serimpi tertua menurut sumber tertulis, diciptakan oleh Sri Pakubuwana V pada tahun Jawa 1748 atau sekitar tahun 1820-1823, yakni Serimpi Ludiramadu. Tari ini diciptakan olehnya untuk mengenang ibunya yang berdarahMadura. Untuk bentuk terbaru serimpi adalah Serimpi Pondelori, gubahan para guru perkumpulan tari Yogyakarta, kemudian ada Among Beksa yang dipentaskan oleh delapan orang penari dengan mengambil tema Menak.
Serimpi Pondelori sendiri adalah suatu bentuk tari Serimpi khas Yogyakarta yang dipentaskan oleh empat orang. Isinya adalah sebuahpertengkaran antara Dewi Sirtupilaeli dan Dewi Sudarawerti yang memperebutkan cinta dari Wong Agung Jayengrana, pangeran dari negeriArab.. Di akhir cerita tidak terjadi kekalahan maupun kemenangan karena dua kubu yang berseteru akhirnya semua dinikahi oleh pangeran.
Kemudian ada tari Serimpi Cina. Yang membedakan dari tari ini adalah penarinya mengenakan baju khas orang Cina.Biasanya tari yang satu ini dibawakan di Istana Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat.
Selanjutnya adalah tari Serimpi Pamugrari, dinamakan seperti itu karena musik pengiringnya menggunakan gending pramugari. Untuk senjata yang dibawa saat menari adalah pistol.